Jangan Terpaku pada Abstrak: Mengapa Kita Perlu Baca Jurnal Sampai Tuntas

 Pernah nggak sih kamu merasa udah nemu jurnal yang "kayaknya" pas banget buat topik riset kamu, terus langsung masukin ke daftar referensi—padahal cuma baca abstraknya? Kalau iya, kamu nggak sendirian. Banyak peneliti, bahkan yang sudah senior, sering terjebak di kebiasaan ini. Sayangnya, kebiasaan ini bisa jadi boomerang yang cukup serius dalam proses riset, terutama untuk kamu yang sedang menyusun kajian literatur atau systematic literature review (SLR).

Abstrak memang ibarat “etalase” dari sebuah artikel ilmiah. Tapi seperti halnya etalase toko, kadang apa yang ditampilkan belum tentu menggambarkan keseluruhan isi toko. Ada kalanya abstrak cuma menyentuh permukaan tanpa menjelaskan secara utuh apa saja yang dilakukan oleh penulisnya. Bahkan, dalam beberapa kasus, abstrak justru bisa menyesatkan jika kita tidak berhati-hati.

Contohnya, ada satu jurnal tentang sistem rekomendasi kerja berbasis AI. Di abstraknya, jurnal ini terlihat seperti membahas konsep dan teori tentang kepercayaan dalam sistem rekomendasi. Tapi setelah dibaca secara menyeluruh, ternyata isinya sangat teknis—mereka membangun model baru, mengembangkan arsitektur sistem, dan menguji modelnya menggunakan dataset besar. Jadi, kalau kita hanya menilai dari abstraknya, kita bisa salah mengklasifikasikan artikel itu sebagai tinjauan literatur, padahal jelas-jelas itu penelitian eksperimental dan pengembangan model.

Nah, di sinilah letak bahayanya. Kalau kamu sedang menyusun kajian atau membuat sintesis dari berbagai artikel, kesalahan menilai metodologi bisa berdampak ke keseluruhan hasil. Bisa-bisa kamu menarik kesimpulan yang kurang tepat atau bahkan bias. Lebih parah lagi, kamu bisa melewatkan artikel penting hanya karena abstraknya tidak menyebutkan kata kunci yang kamu cari, padahal isi lengkapnya sangat relevan.

Jadi, apa solusinya? Mulai biasakan baca artikel sampai ke bagian metode dan hasil. Enggak harus semua bagian kamu pelototin, tapi paling nggak, pastikan kamu tahu:

  • Penulisnya ngapain aja di riset itu,

  • Teknik/metode apa yang dipakai,

  • Apakah ada eksperimen, sistem yang dibangun, atau hanya diskusi konseptual.

Kalau kamu sedang bikin SLR, ini hukumnya wajib. Nggak bisa lagi cuma ngandelin abstrak doang.

Akhir kata, abstrak itu memang penting, tapi dia bukan segalanya. Kadang, yang paling bernilai justru tersembunyi di halaman-halaman yang nggak sempat kita baca. Jadi yuk, kita mulai kebiasaan baru: baca jurnal lebih dalam, bukan cuma di permukaan.