Tips Membangun Rutinitas Baru dalam Keseharian

Kita semua punya rutinitas sehari hari, bukan? Mandi, Shalat, Sikat Gigi, atau sekedar menikmati kopi di pagi hari. Saya percaya rutinitas itu diciptakan. Ia adalah sesuatu yang direncanakan untuk terjadi. Dengan harapan semakin lama maka rutinitas ini akan menjadi kebiasaan atau habit yang melekat di diri. 

Ada contoh menarik sebenarnya tentang keajaiban rutinitas ini. Ceritanya begini, di sebuah keluarga, seorang ibu membersihkan lantai ruang tamu. Di ruang tamu ini ada karpet dimana anak mereka yang balita biasa bermain. Ada sebuah tindakan yang dilakukan sang ayah saat istrinya menyapu. Ia akan mengangkat karpet untuk memastikan bagian bawah karpet itu tersapu bersih. Sang anak yang masih balita ini memperhatikan tindakan ayahnya.

Hingga suatu saat, sang ayah sedang tidak ada di rumah. Dan si ibu melakukan rutinitasnya untuk menyapu lantai. Saat mendekati karpet, tiba tiba sang anak yang balita dengan inisiatif untuk ke pinggir karpet dan mengangkatnya. Awalnya sang ibu menganggapnya biasa. Namun tak beberapa lama ia menyadari kalau anaknya yang balita sudah menunjukan sikap yang baik dengan membantunya membersihkan ruangan. 

Bahkan sebuah kebiasaan itu bisa menular.

Sebelum kebiasaan itu bisa ditularkan. Tentunya dimulai dari sebuah rutinitas - sebuah kegiatan yang dilakukan berulang ulang. Sebelum kegiatan itu dilakukan, tentu ada sebuah hal yang ingin dicapai. 

Mengambil contoh di atas, hasil yang ingin dicapai adalah sederhana. Ia ingin semua bagian rumah bersih termasuk di bawah karpet. 

Untuk mencapai ini dia akan mengangkat karpet setiap kali istrinya menyapu. Ini adalah kepekaan sang ayah terhadap keinginan yang ingin dicapai. Setiap kali ia melihat istri menyapu, dia akan bersiap mengangkat. Itulah indikatornya.

Kadang indikator ini harus dibantu dengan beberapa alat bantu. Sebagai contoh tadi adalah sang ayah menggunakan matanya untuk mengamati kegiatan istrinya. Saat matanya melihat istrinya memegang sapu dan mulai membersihkan ruang tamu, otomatis ia bergerak menuju karpet dan mengangkatnya.

Saya pribadi juga mencoba mempraktekkan hal yang sama. Saya ingin memiliki waktu untuk melakukan riset sebagai bagian dari program edukasi  yang diambil. Saya mengalami masalah hampir tidak ada waktu untuk melakuka riset ini, karena banyak aktifitas yang saya pikir penting.

Hingga suatu saat saya mengurai lagi, apa motivasi saya untuk melakukan riset. Kemudian saya buat indikator berupa adanya laporan riset yang harus saya hasilkan. Dan untuk bisa melaporkan saya membutuhkan indikator pendukung atau alat bantu yaitu jadwal waktu yang teratur.

Awalnya saya kebingungan karena pagi hari itu terlalu padat dan terlalu sempit waktunya. Sedangkan saya merasa waktu pagi adalah waktu premium saya untuk berpikir dan merencanakan.

Sehingga saya menemukan ide untuk memprioritaskan waktu 45 menit setiap hari dengan tema tema aktifitas yang sesuai dengan bobot kebutuhan. Seperti 4 hari secara bergantian saya akan berfokus pada riset saya, sedangan 3 hari lainnya saya melakukan aktifitas program pengembangan diri lainnya.

Demikian pula kebiasaan saya untuk menulis setiap hari, akhirnya saya memulai kebiasaan untuk teratur belajar di setiap pagi untuk riset di bidang algorithmic management.

Dengan proses yang dibalik, kita bisa merancang apa yang ingin kita capai. Selanjutnya kita susun rutinitas baru yang dibantu oleh indikator dan alat bantu indikator.  Sehingga dari sebuah rencana ini menjadi kejadian pertama. berlanjut menjadi rutinitas, dan pada akhirnya menjadi kebiasaan yang baik.