Selfishness - keberfokusan pada diri sendiri sehingga mengabaikan sekitar. Setiap orang memiliki pilihan mengutamakan diri mereka sendiri terlebih dahulu. Apapun lebih dahulu dipikirkan diri mereka sebelum yang lain.
Padahal setiap orang memiliki banyak peran dalam hidupnya. Satu sebagai diri sendiri. Dua pasti dia berperan sebagai seorang anak. Bila memiliki adik, dia berperan sebagai kakak. Bila ia memiliki kakak, maka ia memiliki peran sebagai adik.
Bila sudah menikah, berarti dia menjadi suami atau istri dari pasangannya. Dia juga menjadi menantu dari mertuanya.
Bila diberikan rejeki anak, maka ia menjadi orang tua.
Bia dia bertempat tinggal di sebuah lingkungan, maka ia menjadi seorang tetangga.
Ternyata banyak sekali peran peran yang diembankan kepada seseorang. Tidak hanya berperan sebagai diri sendiri.
Sayangnya kadang kita tidak terlalu memperhatikan peran peran ini.
Coba dicek kembali, dimana waktu kita banyak dihabiskan. Di kantor, peran kita sebagai pekerja. Sebagai manager, peran kita sebagai atasan. Sebagai staff peran kita sebagai bawahan. Sebagai marketing, peran kita sebagai penolong pelanggan yang membutuhkan layanan perusahaan.
Kemudian baru lanjut di rumah, cek kembali berapa waktu yang digunakan, 4 jam ? atau kurang. Bagaimana peran sebagai suami atau istri? Berapa lama? Sebagai seorang ayah atau ibu? berapa lama? Sebagai adik, kakak, menantu, tetangga? Sepertinya semakin sedikit bukan.
Bahkan kadang ada peran peran yang tidak mendapatkan bagiannya. Alias 0 jam.
Kita menjadi abai. Bahkan peran pekerja dibawa sampai ke rumah. Luar biasa.
Berebutlah peran di dalam diri, tentang aku, tentang pekerja, tentang ayah/ibu, tentang suami/istri, dan banyak peran lainnya.
Dan tindakan kitapun sedemikian, banyak sibuk untuk diri sendiri, untuk pekerjaan? Dimana waktu waktu kesibukan kita sebagai ayah, sebagai suami, sebagai adik, sebagai kakak, sebagai menantu, sebagai tetangga?
Padahal secara jujur, pasti setiap orang ingin hidupnya seimbang. Membagi waktu sesuai proporsinya.
Mana untuk diri, dan mana untuk orang lain.
Mana untuk kewajiban, mana untuk kebutuhan.
Padahal kita melihat diri kita adalah seorang pribadi, seorang pekerja, seorang suami/istri, seorang ayah/ibu.
Dan ujung semuanya adalah demi kepatuhan kita kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam.
Bila memang akhirnya adalah demikian, mengapa kita abai terhadap beberapa peran yang ada, bahkan sampai kepada terabaikan masa, tidak teralokasikan waktu untuk melakukan peran tadi.
Mana peran sebagai suami yang mendengarkan istri? Mana peran sebagai ayah yang bermain dan mendidik terhadap anak? Mana peran sebagai menantu yang berkunjung di antara waktu? Mana peran kakak atau adik sekedar bertegur sapa?
Mana peran tetangga yang menyapa dan tersenyum dengan lepas?
Dan lebih parah bila waktu waktu kita banyak dihabiskan di kantor, di tempat hiburan untuk kesenangan diri sendiri.
Bagaimana seharusnya?
Luruskan kembali.
Tetapkan label diri sebagai pilihan prioritas, geser norma norma nilai yang kurang tepat, tetapkan apa saja yang harus dilakukan yang belum ada, dan pilih tempat tempat dimana seharusnya dhabiskan.
Apakah bahagia itu bisa didekati hanya dalam satu atau dua peran saja?
Seimbanglah, selaraskan dalam peran kehidupan.