Kenapa Kuningan Arah Semanggi Selalu Macet

Setiap hari para pengguna kendaraan pribadi atau umum, baik motor maupun mobil serta bus mengalami masalah ini kemacetan di kuningan jakarta menuju arah semanggi. 

Sebagai gambaran di daerah kuningan ada tiga tujuan yaitu pertama berbelok ke arah area perkantoran dan bisnis di kuningan. Kedua adalah melanjutkan tujuan kearah semanggi. Dan ketiga adalah berbelok ke arah kiri menuju mampang. Ada lagi tujuan sebelum berbelok dari busway yang harus berhenti di halte tegal parang, yang membuat semakin riuh.

Kalau ditarik lebih ke belakang dari asal tujuan, kita bisa mengamati ada beberapa sumber traffic. Pertama dari arus normal untuk kendaraan yang berasal dari pancoran dimana motor, busway dan kendaraan pribadi yang non tol menuju arah kuningan. Kedua adalah sumber traffik dari arah mampang dari Blok M. dan ketiga adalah traffik keluaran jalan tol pancoran.

Menariknya dari keadaan ini kita belajar apa sih macet?

Macet ternyata adalah benturan kepentingan untuk pemanfaatan resource yang terbatas. Bisa dilihat dari 3 sumber traffic, akan ada 4 tujuan yang akan dicapai dengan satu sumber daya yaitu satu jalan raya.

Kedua bisa kita amati jenis jenis pihak yang bekepentingan di kelompokkan dalam jenis kendaraan, dan tujuan kendaraan serta asal kendaraan. Ini saja sudah membentuk sekitar belasan jenis kelompok traffik. Setiap kelompok traffik ini memiliki volume dan ukurannya masing masing.

Sebenarnya di waktu tertentu sudah ada polisi yang berjaga. Biasanya mereka mengatur traffic yang berasal dari jalan tol dan yang jalur biasa. Secara bergantian traffik dialirkan berdasarkan durasi waktu tertentu. Hal ini cukup membantu. Artinya adanya aturan yang ditegakkan itu mampu mengurai masalah sementara. Karena tatkala petugas dan aturannya tidak ada, kembali macet hadir.

Kita juga bisa belajar tentang kepatuhan terhadap aturan. Semisalkan jalur bawah untuk berbelok ke pancoran itu hanya cukup 2 kendaraan, tetapi tetap saja ada sebagian kendaraan menolak aturan dan membentuk tiga jalur yang berakibat kepada kemacetan karena sebagian jalur tertutup untuk kendaraan yang menuju tanjakan ke arah semanggi.

Kalau kita perhatikan lagi sebenarnya tidak perlu terjebak dalam fenomena yang ada yaitu macet. Pengendara yang maksa untuk jalur baru. 

Kita bisa mencari akar masalahnya.

Misalkan dengan empati kita bisa melihat mengapa banyak kendaraan berbelok ke arah kuningan? Karena area perkantoran dan bisnis ada di sana.

Kenapa orang masih menggunakan kendaraan pribadi? Karena kurangnya akses transportasi umum yang memadai untuk sampai ke kantor tadi secara nyaman.

Ketiga kenapa orang memilih jalur itu saja? Karena memang tidak ada jalur lain yang bisa membantu pengendara kendaraaan ke tempat yang dituju.

Mengapa issue issue yang dihasilkan dari empati ini tidak terakomodasi dalam solusi?

Bisa jadi karena proses designnya yang belum baik. Bagaimana mendesign pengaturan traffik kendaraan yang memadai. Atau belum ada unit yang perhatian khusus terhadap masalah ini? Bisa jadi. 

Kembali ke unit atau orangnya. Apakah orangnya ada? Apakah orangnya tahu tugasnya? Apakah  orangnya mampu? Apakah orangnya mau? 

Sepertinya kembali ke pertanyaan mendasar ya. First Who then What, seperti inti dari buku Good to Great buah karya James C Colin